Fungsi Gereja Didasche

DIDASCHE

Keluarga Mendidik Dirinya Dalam Pengajaran yang Murni dan Sehat

4 PENGHALANG UTAMA

Bertahun-tahun kita mempertahankan aksesoris gereja dan mengabaikan membangun yang hakiki dan esensial.

Pengajaran juga kena imbasnya. Seolah2 mengajarkan Alkitab secara sehat dan murni dianggap membosankan dan kurang keren. Akibatnya muncul pengajaran-pengajaran yang “ada benarnya” (yang berarti ada salahnya), terlalu menekankan pada satu sisi dan menjadi tak seimbang, dll.

Penyimpangan yang sekecil apapun apabila dibiarkan, waktu akan menunjukkan penyimpangan itu sudah semakin lebar tanpa disadari.

Lukas 17:1-2 (TB)

1 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.

2 Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.

Tuhan melawan penyesatan, meskipun kita sadar bahwa itu harus terjadi. Anugerah Tuhan kiranya terus menguatkan kita menghidupi kebenaran sehingga kita sanggup melawan penyesatan.

Melihat apa yang terjadi pada masa berakhirnya Hukum Taurat sejak Yohanes Pembaptis sampai dg sejarah gereja awal (s/d th 150 AD), saya akan membagikan APA PENGHALANG UTAMA ke arah perubahan yang Tuhan inginkan.

Barangkali ini bisa menjadi acuan kita mengevaluasi diri, dimana posisi kita sekarang dan apa yg harus kita lakukan.

ADA 4 PENGHALANG:

1. ROH LEGALISME

Legalisme adalah spirit yang mau menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa kasih karunia. Roh dan dorongan untuk kembali menerapkan aturan /order Hukum Taurat dibawah keimamatan Lewi. Sedangkan kita tahu bahwa Perjanjian Lama adalah bayangan saja dari yang sebenarnya, yaitu Kristus.

“Di bawah Hukum Taurat” berarti kita mengingkari hidup dibawah aturan Kerajaan Allah, meninggalkan Perjanjian Kekal.

Kecenderungan Gereja yang membawa Gereja Tuhan dibawah Hukum Taurat sangatlah menyedihkan, karna tanpa disadari, dengan masih memakai nama Yesus Anak Domba Allah, namun kembali pada pola binatang yang dikorbankan.

Apa hambatannya?

Jika kita dibawah Hukum Taurat maka pola pikir dan iman kita tak mampu menembus dimensi kasih karunia yang pernah dilakukan Raja Daud pada masa Hukum Taurat diberlakukan.

DAUD, dari suku Yehuda (bukan Lewi) tapi sebagai Raja ia juga mengerjakan tugas-tugas sebagai Imam Besar. Seharusnya Daud mati. Tapi itu tidak terjadi karna iman Daud menembus sampai kepada Perjanjian Kekal, bukan berada dibawah Hukum Taurat.

Praktek2 apa yang ada di bawah hukum Taurat?

  1. Persepuluhan ala Hukum Taurat dan pola berjenjang pada organisasi. Padahal seperpuluhan asalnya dari inisiatif Abraham, dan Allah tidak pernah memerintahkan seperpuluhan. Itu sudah terjadi jauh sebelum masa Taurat.

  2. Dikotomi (Pembedaan) imam dan awam, hamba Tuhan dan anak Tuhan… padahal kedua nya bener.

  3. Kiblat pada Israel — jubah, bendera, “umroh” ke Israel (yang sangat dipertahankan karna ternyata adalah bisnis MLM yang menggiurkan).

  4. Membuat persyaratan ketat supaya bisa melayani altar (Worship Leader, singers, musik, Khotbah) karna gereja malas melakukan pemuridan dan mentoring.

Lalu yang terjadi adalah, tidak ikut komsel Jumat, Minggu gak boleh singer. Apa hubungannya coba? Tapi tidak pernah ditanya mengapa dia gak bisa ikut komsel. Ternyata hari Jumat itu dia mengantarkan bapaknya ke Rumah Sakit. Berdosa gak tuh?

LEGALISME MEMBUAT KITA TIDAK MENGALAMI KASIH KARUNIA DAN KEMURAHAN TUHAN  SECARA NYATA, dan itu sangat melukai hubungan/relasi.

Baiklah, supaya tidak melebar kita batasi definisi roh yg dimaksud disini adalah: semangat

(sinonim= spirit, passion, zeal, vigor, zest, fervor)

Apakah roh Legalisme bisa menghambat Gereja melakukan fungsinya dalam pekerjaan kasih, persekutuan, missi, dan pengajaran sehat?

Apakah Gereja Rumah juga bisa memiliki pandangan Legalisme?

Apakah persyaratan2 yang ditetapkan gereja untuk orang terlibat pelayanan (diluar ketentuan persyaratan Penatua dan Diaken dlm surat2 Paulus) bisa masuk kategori Legalistik?

Bahkan ada kecenderungan berpikiran semakin aturan legal diikuti berarti  semakin saleh dan ini menghambat Pengkabaran Injil, Pengajaran, Persekutuan dan juga Misi.

[9:34 PM, 4/6/2020] Kristian Nawang: 

Saya mengamati bagaimana Yesus memakai cara /metode yg bervariasi, bukan 1 metode. Dan sebenarnya saya mengatakan bahwa Yesus melayani tanpa metode, tanpa aturan baku dalam konteks “cara”.

Saya yakin supaya kita tidak meniru metodeNya.

Bayangkan kalau hanya 1 metode yang Yesus pakai, misalnya mengebaskan jubahnya.

Maka saya yakin kita semua sekarang ibadah harus pakai jubah supaya bisa dikebaskan dan terjadi mujizat.

Orang lebih tertarik dengan cara, bukan pada prinsipnya. Padahal Roh Kudus itu dinamis, tidak dipenjara dengan cara-cara tertentu.

[7:32 AM, 4/7/2020]: Paul Atanta 

Betul pak, antara legalis atau antinomian. Keduanya cenderung ingin saling mendominasi di semua pergerakan. Namun apakah tata-ibadah, absen, liturgy, manajemen gereja, sampai dengan aturan keuangan dan policynya adalah produk setan?

Pengaturan khotbah ataupun liturgy, pembahasan firman pun terstruktur dan ada goalnya, apakah salah? Di mainstream kami yang namanya pembahasan firman setiap kwartal selalu punya topik dan thema, sedunia sama sehingga pertumbuhan pemahaman  kerohanian setidaknya terpantau dan sama secara jemaat gereja besar…. apakah salah dan legalis?

[7:44 AM, 4/7/2020]: Mbah TJ/Bpk. Coki

Saya lebih cenderung setuju dengan digunakannya semua metode dalam penjangkauan jiwa seperti teladan Yesus. Namun bicara organisasi secara tertib harus ada peraturan, administrasi, surat legal dan hierarky dll, seolah-olah tersistem rapi. Allah itu pribadi yang tertib, manusia nya yang tidak tertib, untuk supaya tertib dibuatNyalah seluruh perangkat aturan, termasuk hukum Taurat. Gunanya untuk melatih dan membiasakan, apabila sudah terbiasa tertib dan sudah menjadi hukum tertulis dalam hati…. maka sudah merdeka… karna sudah tidak perlu lagi diajar harus gini gitu…. sudah Kasih dan Karakter yang dijalankan karna sudah jadi habit (kebiasaan) dan karakter umat tebusan. 🙏

Sekilas Info:

ANTINOMIANISME: [browning]

Doktrin yang dipegang oleh sekelompok orang Kristen, berdasar pada ajaran Paulus bahwa Kristus telah memerdekakan kita dari perbudakan di bawah Taurat, yang diartikan sebagai kemerdekaan total dari segala pengekangan. Parodi terhadap pandangannya ini ditolak Paulus dalam Roma 6, dan Matius 5:17-18 juga menyatakan prinsip bahwa hukum Taurat dan adat-istiadat tetap memiliki validitas dalam mengatur kehidupan pribadi dan kehidupan publik. Antinomianisme bukanlah pembenaran intelektual atas kelemahan moral manusia, melainkan pengakuan sungguh-sungguh bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan rohani, bukan kehidupan jasmani; orang Kristen berada lebih tinggi di atas kecermatan hukum Musa lama. Pandangan ini sering kali muncul kembali dalam Gereja dan sering pula ditolak (seperti oleh John Wesley pada 1740) sebagai bidat, bahkan oleh mereka yang jelas mengerti bahwa Injil tidak sesuai dengan etika legalistik.

Menjawab apakah tata-ibadah, absen, liturgy, manajemen gereja, sampai pengaturan keuangan dan policynya adalah produk setan?

Tentu saja bukan produk setan. Kalau produk manusia YA, karna akal budi juga digunakan untuk mengekspresikan kasih kepada Allah dan sesama.

Kalau ditarik kembali ke DNA Keluarga untuk melihat roh legalisme atau sebaliknya roh antinomianisme:

Dalam keluarga tentu ada aturan dan sanksi yang berlaku. Justru jika tidak ada aturan maka fungsi orangtua (Ayah) menjadi tumpul, lalu terjadi kekacauan dan tidak tertib. Ketertiban adalah sifat Allah. Galaksi dan alam semesta dan bagaimana kronologi penciptaan menunjukkan Allah yg tertib dan systematis.

Tapi, apakah aturan itu lebih daripada relasi/hubungan?

Roh legalisme menempatkan aturan diatas semua bahkan diatas Allah.

Sebaliknya roh antinomianism mengabaikan aturan demi kemerdekaan dan dalih kasih karunia. Keduanya sama2 tidak menempatkan Allah sebagai Raja, tapi aspek legal dan diri sendiri adalah rajanya.

Aturan dibuat agar Firman Allah diberi tempat berotoritas dan Roh Kudus di beri ruang bergerak ditengah-tengah komunitas kita. Menurut saya kita sepakat doktrin hanya 1 yaitu Alkitab. Kalau penafsiran bisa macam-macam tergantung pemahaman dan didikan sinode mana 😃. Tapi kita sepakat untuk kembali ke doktrin dasar Injil Kerajaan Allah.

Seperti sekarang kita di grup ini, kita batasi gak boleh lari ke pengembangan dari doktrin, tapi lebih ke penerapan melihat kebutuhan kita semua.

Saya yakin kalau diskusi soal Gereja Rumah ini di bahas 20 tahun lalu… ya bisa-bisa dibully seperti yang saya alami, juga ada pak Hadi disini.

Sudah hampir 5 tahun ini saya dan beberapa rekan saya di grup ini juga membuka persekutuan di bawah institusi gereja legal.

Sebelumnya sejak 2002 praktis tidak bergereja mainstream dan konsen saja di Gereja Rumah, termasuk kemudian Gereja Rumah komunitas tertentu yang percaya kepada Isa.

Saya cukup hati-hati berdenominasi karna takut terjebak ke dalam roh legalisme.

Salah satu hal penting yang kami putuskan adalah kesepakatan untuk menerapkan Kisah Para Rasul menurut apa yang kami pahami selama ini.

Kami putus semua jalur yang memungkinkan kami terjebak, yaitu:

  1. Mengajarkan persepuluhan dan persembahan dengan semurni-murninya, dan memakai persepuluhan bukan untuk Penatua/fulltimer, tapi untuk rumah perbendaharaan (mengelola untuk mencukupi janda-janda dan fakir miskin).

  2. Tidak menyediakan Persembahan Kasih atau gaji kepada pelayan altar. Karna kami berpandangan TIDAK BERLAKU LAGI IMAMAT LEWI. Kami belajar untuk self support dengan melakukan beberapa pekerjaan, seperti Paulus membuat tenda.

  3. Keuangan operasional gereja dan pelayanan misi ditopang dari korban Jemaat dan para Penatua juga. Para fulltimer dilatih berwirausaha dan bermissi dalam usaha2 mereka.

  4. Setiap bulan kami punya 1 tema. Anak-anak, pemuda dan Keluarga punya tema yang sama. Tapi saya cuma berkhotbah 1x sebulan kadang juga tidak, dan teman2 lain yang khotbah… termasuk anak-anak muda diberi kesempatan berkhotbah, tentu saja dengan mentoring sebelumnya.

Meski temanya sudah ditentukan, ya gak jadi masalah jika ada seseorang yang berkhotbah di luar tema… Tidak di hukum maksud saya😃.

  1. Menekankan kemandirian Keluarga sebagai Gereja. Memberi kepercayaan kepada Bapak/Ibu sebagai Penatua di Gereja Rumah mereka. Itulah sebabnya dari hari Senin-Kamis tidak ada 1 pun kegiatan terpusat, hanya hari Jumat-Minggu. Mengapa? Supaya 4 hari digunakan sepenuhnya untuk bekerja dengan baik dan membangun keluarga dengan quality time. Jadi porsi ke Gereja Rumah lebih penting.

  2. Kami ajarkan kepada jemaat, bahwa pertemuan hari Minggu BUKAN IBADAH, tapi acara ibadah. Ibadah yang sebenarnya adalah hidup sehari-hari.

Pertemuan Minggu BUKAN untuk ketemu Tuhan Yesus saja (ya memang juga sih) karna hari-hari harus ketemu Tuhan Yesus. Melainkan untuk ketemu saudara seiman dan ngobrol, bersekutu, makan bersama. Bukan untuk mendengarkan Firman Tuhan, tapi membagikan Firman Tuhan.

  1. Liturgi (jadwal acara?) Ada. Tapi bisa berubah sewaktu-waktu.

Misal, suatu hari Worship Leader kami minta maaf datang terlambat karna ada halangan yang tak terhindarkan. Marah? Di hukum? Ya gak lah… karna bukan maksudnya untuk terlambat….

Ya langsung dengan santai kita ganti acara… Pujian Penyembahan agak mundur ke belakang…. kira-kira 30 menit Worship Leader baru datang… semua tetap bergembira menikmati persekutuan dan perjamuan Kudus.

  1. Setiap akhir acara, kami makan siang bersama…

Katering dari jemaat-jemaat yang mau saja… Itulah Perjamuan Kudus kami.

Dalam keluarga (yang adalah gereja) kita bisa belajar bahwa aturan dibuat atas dasar kasih yang membangun.  Sanksi diberikan tapi disertai pelukan dan pengampunan. Tidak ada buku undang-undang dan printout SOP bagaimana sebuah keluarga berjalan. Tapi semua berjalan dalam aturan yang dibuat oleh keluarga.

Jadi, saya pikir kita sepakat bahwa legalitas, aturan, tertib administrasi, keuangan dan menejemen gereja dibuat justru agar terbuka jalan seluas-luas Tuhan memerintah dalam gerejaNya.

Sekarang mari kita bahas Penghalang Kedua, yaitu:

2. ROH TRADISI

Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, “diteruskan”) adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Alkitab juga mencatat bagaimana Perjanjian Tuhan dan prinsip penebusan melalui korban binatang yang pernah diterima Adam-Hawa, DITERUSKAN kepada anak /keturunannya. Dan akhirnya diwujudkan dalam Yesus Kristus sebagai korban penebus yang sebenarnya.

Tradisi bersifat netral, tergantung APA yang diteruskan. Jika meneruskan kepahitan dan dendam maka akan menghasilkan tatanan masyarakat yang budayanya pemarah, mudah tersinggung, gampang curiga, mudah terhasut, dll. Hal-hal negatif yang diulang-ulang akan dianggap sebagai kebenaran.

Sebaliknya jika yang diteruskan turun temurun adalah kebenaran dan kebaikan, maka akan menghasilkan tatanan masyarakat yang baik pula.

Aturan Legal bisa mendesain dan merekayasa tradisi untuk membentuk masyarakatnya. Roh Tradisi adalah spirit yang memegang kebiasaan/adat/budaya lebih daripada otoritas Firman Tuhan. Yesus juga menegur orang2 imam-imam yang demi memegang adat istiadat (tradisi) tapi melanggar Hukum Taurat.

Matius 15:3 (TB)  Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?

Contoh Kasus:

Tradisi yang tidak salah misalnya adalah pembangunan gedung gereja, bentuknya bergaya eropa (seperti biasa), dengan atap yang menjulang tinggi, dan salib besar di depan.

Tradisi yang tidak salah ini akan menjadi salah jika justru menghambat fungsi gereja sebagai rumah misi (pemberitaan Injil); jika dibangun ditengah-tengah mayoritas agama lain dan banyak rumah ibadah agama lain. Mungkin ada IMB dan ijin operasional lengkap, tapi pemberitaan Injil sendiri tidak efektif. Bayangkan para petobat baru dari orang tidak percayaa dibawa ke gedung gereja itu… maka isu kristenisasi pasti bergerak untuk segera menutup gereja tersebut.  Atau kalau dibangun didaerah kumuh, maka akan menimbulkan gap kaya miskin.

Mari kita merenung sejenak: Adakah tradisi yang baik atau justru buruk yang kita ikuti dan kembangkan saat ini?

  • Liturgi?

  • Persembahan?

  • Gedung gereja?

  • dll?

Tradisi seperti apa yang kita turunkan ke generasi berikutnya? Sadarlah bahwa hal ini menentukan masa depan gereja seperti apa.

Yohanes 12:10-11 (TB)

10. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga,

11. sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus.

Saya suka kalimat di ayat 11, karena Lazarus orang Yahudi banyak yang percaya kepada Yesus…

Disela-sela memperingati penderitaan dan kematian Yesus, saya sekeluarga sedang membaca dan merenungkan kisah-kisah Yesus dalam empat tulisan Injil.  Yang selalu menarik perhatian kami adalah bagaimana Yesus menghadapi orang Farisi, Saduki dan Herodian.

Berkaitan dengan apa yang sudah dan sedang kita diskusikan, yaitu roh Legalisme dan roh Tradisi, saya melihat bahwa kedua roh/spirit itu sangat kuat berada di Farisi dan Saduki. Dan di sepanjang Matius 23, Yesus dengan sangat keras mengatakan “Celakalah…” berulang-ulang karena mereka disebut MUNAFIK dan DURJANA (lawlessness). Akibat dari mengidap virus legalisme dan tradisi yang salah, adalah kemunafikan dan tidak mau diatur.

Menurut saya justru aneh ya…

Ketelitian mereka untuk taat sedetil-detilnya justru membuat mereka suka melanggar aturan itu sendiri. Dan “ketaatan” mereka sering dipamer-pamerkan sehingga mereka suka sekali disebut orang saleh.

Bukankah, mereka suka menjebak dan memancing Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan menggiring Yesus kepada penangkapan? Bukankah mereka adalah LAWAN yang dipakai Iblis untuk membunuh Yesus. Pada kenyataannya Yesus tidak pernah mereka bunuh. Yesus tidak pernah tertangkap. Yesus tak pernah terjebak. Yesus tidak pernah terpancing, dan Yesus menunjukkan ketidak-setujuan dengan keras dan tegas tentang cara mereka beragama.

Roh Legalisme dan roh Tradisi membawa agama sebagai tuhan atau berhala mereka. Itulah sebabnya keduanya menjadi penghalang serius bagi Kerajaan Allah hadir dalam gerejaNya.

Seharusnya kekuatan keluarga yang menutup celah kemunafikan (karena semua terbuka), dan celah  kedurjanaan (karena hubungan diutamakan); seharusnya DNA-nya juga diwujudkan dalam berjemaat (komunitas yang lebih besar).

Jangan memberi ruang tumbuhnya roh legalisme dan roh tradisi, dan pada saat yang sama kemunafikan dan kedurjanaan tidak mendapat kesempatan muncul.

3. KEDAGINGAN

Bacaan kita di Roma 8 dan Galatia 5 (bacalah seluruh pasal). Silakan jika mau ditambahkan yg berkaitan dg hiduo dalam daging dan hidup dalam roh.

Roma 8:3, 6-8, 13 (TB)

3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,

6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.

7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.

8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.

Galatia 5:19-21 (TB)

19. Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,

20. penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,

21. kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu — seperti yang telah kubuat dahulu — bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Sebagaimana kita ketahui, Hukum Taurat itu murni. Itu adalah Hukum Allah. Firman Allah. Jika kita memperlakukan hubungan dengan Allah hanya sebatas taat diberkati dan tidak taat dihukum/dikutuk, lalu apa yang membedakan Allah kita dengan illah-illah palsu/dewa-dewa buatan manusia?

Apa yang membedakan menjadi murid Yesus dan kita memanggil Allah dengan Abba Bapa, dengan beragama sama seperti agama lain?

Kunci pembeda terletak  pada HUBUNGAN / RELASI. (Hal ini sudah disampaikan juga oleh pak Paul dari Jogja)

Hubungan antara Allah dan manusia dari sisi agama (=usaha manusia mencari Allah) sangat berbeda dipandang dari sisi Allah yang mengajari kita memanggil Abba Bapa, kepada Allah Sang Pencipta.

Sedikit menambahkan dari apa yang dituliskan Pak Kris tentang ‘Hukum Taurat’ semoga bisa menambah pengetahuan teman-teman.

Perbedaan antara Yahudi dan Kristen pada umumnya adalah pengertian tentang arti Hukum Taurat. (saya pun begitu dulunya, kurang paham namun setelah belajar menjadi ‘agak’ paham setelahnya).

Secara umum bila mendengar hukum Taurat maka konotasi pengertian secara umum adalah tertuju kepada 10 Hukum Allah (saja). Apakah ini benar? Tentu SALAH karena Hukum Taurat bukan HANYA 10 Perintah Allah sebagaimana tertulis dalam 2 loh Batu itu. Hukum Taurat atau Torat Musa adalah istilah dari keseluruhan hukum/aturan yang dikeluarkan oleh Musa sebagaimana tertulis dalam 5 Kitab, Gulungan Pertama/Pentateukh. Mulai dari Kitab KEJADIAN, KELUARAN, IMMAMAT, BILANGAN, ULANGAN. Kita bisa baca sendiri secara detil aturan apa-apa saja yang terkandung didalamnya melalui ke 5 Kitab tersebut.

Hukum Musa ini menjadi dasar pengajaran, fondasi dari agama Yahudi selama berabad-abad sampai sekarang, secara turun temurun dibacakan, diajarkan dari generasi ke generasi. Jadi mereka sangat PAHAM benar apa itu Hukum nenek moyang mereka dan apa itu arti serta kegunaannya serta menjaga agar itu ditaati secara penuh dan bahkan berlebihan.

Nah, dlm pandangan orang Yahudi, hukum Torat atau hukum Musa ini memiliki 4 makna secara fungsi ; yaitu ;

  1. Fungsi hukum Moral : Mengatur aturan moralitas

  2. Fungsi hukum Sipil : Mengatur hubungan antara manusia, Negara, pemerintah

  3. Fungsi Hukum Ke-Agama-an : mengatur peribadatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan inti

  4. Fungsi Hukum Kesehatan : mengatur tentang apa yang kosher dan bukan

Kesemuanya itu DISEBUT HUKUM TAURAT, namun bila kita berbicara kepada orang Yahudi maka mereka akan bertanya atau mengerti hukum YANG MANA yang sedang kita bicarakan kepada mereka bila ingin menyinggung soal Taurat.

Dalam teks Perjanjian Baru (Alkitab) hanya menggunakan SATU KATA saja yaitu Hukum Taurat, tetapi fungsi yang mana dalam ayat-ayat yang dimaksud harus dipahami secara konteks, yaitu Taurat yang mana dari ke 4 fungsi itu yang dimaksud dalam ayat yang dimaksud. Ini ada hubungannya dengan hukum Taurat mana yang sudah DISALIBKAN dengan KEMATIAN Yesus.

Apakah seluruh hukum Taurat dlm 5 Kitab itu masih berlaku sampai sekarang. TENTU TIDAK!

Sebagian Taurat dalam fungsi SIPIL telah tidak digunakan lagi, misalnya, hukuman Rajam, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Namun fungsi MORAL (10 Hukum), fungsi Agama (Peribadatan), fungsi Kesehatan (Kosher : Haram dan Halal) masih berlaku sampai sekarang, tidak pernah dihapuskan secuil pun.

Problem yang muncul adalah pada fungsi agama, yaitu peribadatan yang ‘melambangkan Mesias yang AKAN DATANG’ masih dipegang teguh, sementara kedatangan Yesus untuk merealisasikan apa yang dilambangkan dalam tata-cara peribadatan itu yang SUDAH DISALIB-kan yang merupakan pekabaran dari INJIL Yesus Kristus dan para Rasul. Tentunya hal ini karena umat Yahudi tidak ‘menerima’ ke Mesiasan Yesus, oleh sebab itu bagi mereka itu masih berlaku sementara dengan kedatanganNya maka dengan sendirinya aturan hukum itu sudah tidak berlaku lagi. Karena WUJUD nya SUDAH DATANG.

Misalnya tradisi menyalakan lilin, makan roti tidak beragi, dupa wangi dll. Apakah itu melambangkan Kristus Mesias yang akan datang? ABSOLUTLY YA. Itu yang sudah digenapkan.

Apakah itu terhapus setelah kedatangan Kristus? Secara otomatis YA, karena sudah digenapi, namun apakah itu tidak harus dilakukan lagi? Ada baiknya masih dilakukan, toh umat Kristen-pun masih melakukan ritual itu dalam bentuk yang di modifikasi. Segala sesuatu bentuk liturgy yang melambangkan Yesus harusnya SUDAH BERHENTI sejak Injil ada ditengah-tengah manusia.

Disinilah perlu dipahami pemaknaan kontek ayat-ayat dalam Perjanjian Baru ketika ada masalah thelogi perdebatan mana yang masih berlaku dan mana yang sudah selesai dijadikan dasar doktrin gereja yang sebenarnya. Memahami secara konteks pemikiran Yahudi (exegese). Sehingga perdebatan fungsi hukum kosher apa yang bisa dimakan dan yang haram, hari-hari perbaktian-Sabat dan ayat-ayat yang sepertinya mengkesankan bahwa itu SUDAH BERUBAH bisa dipahami secara kontektual dan tidak memecah belah ajaran Yesus. Karena fungsi itu TIDAK BERUBAH dan masih tetap berlaku sampai kedatanganNya kedua, tidak ada seiotah pun yang dihilangkan.

Permasalahan yang utama adalah hilangnya ‘Hubungan’ antara makna hukum/aturan tersebut dengan tujuan hukum itu diberikan kepada masyarakat Yahudi melalui Musa. Seluruh Hukum Taurat tersebut diberikan sebagai alat untuk membawa dan menciptakan hubungan mesra antara manusia dengan Tuhan, memimpin langkah demi langkah agar manusia memiliki kedewasaan dan pengenalan yang benar akan Tuhannya dan menumbuhkan cinta kasih. Namun sayangnya para ahli agama membuat hukum Taurat mjd kuk dan sifat legalistic dalam prakteknya, bahkan dengan menambahkan ribuan hukum ‘baru’ yang disebut ‘tradisi’ nenek moyang sehingga menjadi kaku, legalis dan lebih kepada ‘penurutan’ dari pada ‘belas kasih’…… semangat itu yang dalam beberapa kisah di Perjanjian Baru ‘ditegur’ oleh Yesus sebagai bentuk kemunafikan…..

Jadi saya berharap, teman-teman lebih paham sekarang ketika kita membaca Alkitab khususnya Perjanjian Baru dalam memahami konteks kalimat hukum Torat yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Dan tidak mengulang kesalahan yang sama, yaitu legalis yang kuat, sementara tidak memiliki ‘Relation’ yang kuat dengan ‘Wujud Hukum Taurat Yang Sudah Datang’

Hubungan manusia dengan Allah yang adalah anak dengan Bapaknya, diikat oleh Allah dalam sebuah Perjanjian Kekal. Kita bisa melihatnya bagaimana Allah menyampaikan perjanjianNya dengan pemilihan kata (bisa dilihat bahasa aslinya) yang biasa dipakai dalam Perjanjian.

Kata seperti: Janji, adopsi, meterai, ahli waris, pemegang janji, pusaka, dll benar-benar bahasa hukum dari sebuah perjanjian yang bisa kita pahami. (Pak Abednego Ansanay yang SH dan Advokat mungkin bisa menegaskan…🙂).

Saya akan menyelesaikan ulasan saya soal 4 Penghalang. Meski hanya ulasan singkat, namun kiranya  bisa memberi sedikit gambaran mengapa kita seringkali sulit MENYEDIAKAN KIRBAT BARU.

Kita sering mendoakan sebuah kegerakan dan penuaian jiwa-jiwa tapi kita tidak menyiapkan hati seluas-luasnya untuk menerima cara Tuhan yang sering tidak terduga dan mengejutkan.

4. DAERAH NYAMAN (comfort zone)

Zona nyaman adalah keadaan psikologis di mana hal-hal terasa akrab bagi seseorang dan mereka merasa nyaman dan mengendalikan lingkungan mereka, mengalami tingkat kecemasan dan stres yang rendah. Di zona ini, tingkat kinerja yang stabil dimungkinkan.

Jika ditarik pada kebenaran bahwa Anggur baru harus ditempatkan pada kirbat baru, maka orang yang berada di zona nyaman adalah orang yang menikmati anggur yang lama di wadah yang lama.  Sebuah pergerakan baru yang asli Tuhan arahkan sangat mustahil diikuti oleh mereka yang mempertahankan zona nyaman. Mereka merasa tidak perlu sesuatu yang baru. Sesungguhnya mereka ada di wilayah statu quo, alias TIDAK KEMANA2… dan akhirnya TERTINGGAL.

Jika kembali pada prinsip Tiang Awan dan Tiang Api sebagai KOMPAS pergerakan bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian; maka bayangan ini seharusnya membawa kita kepada makna sesungguhnya, yaitu: Kristus sebagai Raja (Kerajaan Allah) yang akan memimpin kita bergerak menyelesaikan rencanaNya menuju penggenapan Perjanjian Kekal itu.

  • Bukan dengan CARA KITA.

  • Bukan dengan PENGALAMAN KITA.

  • Bukan dengan kebanggaan masa lalu.

  • Bukan dengan MODAL MASA LALU.

Tuhan Yesus akan memimpin gerejaNya dengan hal yang BENAR2 BARU… bahkan kita akan terheran-heran dan bertanya-tanya, BENARKAH DEMIKIAN?

Itulah sebabnya totalitas penyerahan kita dan kedekatan hubungan kita dengan Tuhan, keberanian kita menanggalkan dan mengosongkan diri dari kirbat yang lama dan daerah nyaman kita SANGAT DIBUTUHKAN dalam upaya menyiapkan kirbat baru menyambut anggur baru yang Tuhan mau berikan.

Note:

Saya yakin, Allah sedang bersiap mencurahkan anggur baru, BENAR-BENAR BARU sama sekali. Apakah kita sungguh-sungguh akan menyiapkan kirbat baru?

Melalui pandemi Covid19, setiap kejadian yang luar biasa dalam kedaulatan Tuhan, biasanya menghadirkan lawatan Allah yang luar biasa. Siapkah kita?

  • Semua orang tidak bisa memastikan kapan badai pandemi ini berakhir.

  • Apakah kita akan tetap bertahan dg ibadah streaming? Apakah itu kirbat barunya?

  • Apakah kita berpikir bahwa pasca pandemi ini semua akan kembali normal?

  • Lalu APA YANG HARUS KITA LAKUKAN agar kita tak kehilangan momentum luar biasa ini?

Teman2…

Saya akan mengakhiri diskusi2 ini dengan PRAKTEK, REALISASI STRATEGI, MEMBUAT KIRBAT BARU SEBAGAI AKSI NYATA. Mungkin tiap-tiap komunitas akan berbeda2 dan unik.

Kiranya Tuhan menuntun kita semua.

Kisah Para Rasul 7:49-50 (TB)

49. Langit adalah takhta-Ku, dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku. Rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, demikian firman Tuhan, tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?

50. Bukankah tangan-Ku sendiri yang membuat semuanya ini?

Grup ini dibuat bukan dengan tujuan sebagai grup Pendalaman Alkitab/Bible Study. Pada awalnya memang dimaksudkan untuk diskusi. Tapi tujuannya adalah untuk mengambil langkah-langkah strategis yang mungkin hanya 1 langkah, tetapi Tuhan akan tuntun ke langkah berikutnya.

Pandemi Covid19 memang sudah merubah dunia secara drastis dan dramatis. Ekonomi, politik, sosial, dll sangat terdampak dengan pandemi ini. Tak luput juga dengan gereja Tuhan yang sudah kita diskusikan panjang lebar sebelumnya.

Kita sudah sepakat bahwa:

  1. Tuhan sedang mengembalikan gerejaNya pada esensi yg “hilang” selama ini, yaitu keluarga dan komunitas kecil yang berdampak.

  2. Tuhan seperti menata ulang (restrukturisasi) gerejaNya menjadi gereja yang seperti Dia bangun supaya gereja makin dalam di dalam Hukum Kasih dan makin tajam dalam Amanat Agung.

  3. Tuhan sedang mengajak kita menyiapkan kirbat baru (yang mungkin belum pernah kita pikirkan di zaman sekarang) karna anggur baru (movement, penuaian, pemulihan etc.) yang fresh dan baru.  Kata “baru” bukan berarti belum pernah ada, melainkan kembali pada rencana awal.

Gerakan dan gaya hidup gereja mula-mula tetap relevan sampai saat ini, mungkin akan menjadi dasar yang baik untuk kembali kesitu, namun Tuhan sediakan anggur terbaik di akhir zaman ini.

Dalam setiap movement, selalu ada pro dan kontra, siap dan tidak siap, mau dan tidak mau, ikut dan tertinggal. Dan biasanya yang ikut bisa terjebak dalam ekstrem, kemudian akan merasa lebih unggul daripada yang tidak ikut. Yang tertinggal akan menganiaya yang ikut.  Kesombongan adalah masalah dari keduanya.

Pertanyaannya: SELANJUTNYA APA?

Kita sebaiknya tidak terlalu banyak diskusi disini tapi lupa menangkap momentum dari Tuhan melalui pandemi ini.  Karena momentum setiap musimnya tidak akan sama, tidak akan datang dua kali.  Kita perlu merenungkan ini sungguh-sungguh dan berani melakukan apa yang Tuhan benar-benar mau kita lakukan.

Kita semua tidak tahu model (prototipe) gereja macam apa yang Tuhan inginkan. Secara teori kita tahu. Tapi secara praktek, pasti setiap zaman berbeda, meskipun prinsip kita sudah temukan.


Pembahasan topik ini bisa ditemukan di dalam group Whatsapps Kirbat Baru — tetapi sebelum Anda masuk harap baca dan sepakati terlebih dahulu Community Guidelines

Notes: Beberapa komenentar diambil dari diskusi group Kirbat Baru

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x