This is Our Stories

Kesaksian

Setiap orang memiliki titik balik… Ketika kami sedang berdiskusi dalam Group Whatsapp Kirbat Baru, pada saat pertama kali terbentuk, maka keluar lah kesaksian-kesaksian dari beberapa kami, yang dimana ini juga menjadi titik balik kami mulai melakukan pelayanan dan pada akhirnya sampai kepada situs kirbat baru ini terbentuk, dan yang kemudian disertai oleh pelatihan DMM (Disciple Making Movement) yang saat ini kami lakukan dan ya pelatihan tersebut melengkapi kami semua untuk bisa terjun dalam melakukan Amanat Agung. Dan berikut ini adalah kesaksian-kesaksian titik balik mereka…

Diambil dari chat di Group Whatsapp Kirbat Baru


[2:24 PM, 4/5/2020] Kristian Nawang: 

KISAH PERJALANAN SAYA MENEMUKAN ESENSI GEREJA RUMAH

Saya lahir dari keluarga Kristen Pentakosta. Sejak SMP kelas 2 sudah jadi guru sekolah minggu dan aktif di pelayanan. Bertahun-tahun pola pelayanan saya terkondisi dengan institusi gereja pada umumnya.

Singkat cerita, ketika saya mulai fulltime pelayanan th 1991, segera saya menemukan kejanggalan dalam dunia pelayanan fulltime. Banyak pertanyaan, “kok begini ya?” Muncul di pikiran saya, tapi saya tidak tahu apa solusinya.

Saya ke Jayapura th 1997, dan fulltime di sebuah denominasi Gereja sejak 1998. Dunia pelayanan saya adalah meja kerja, komputer, kantor gereja dan orang kristen. Saya sangat menikmatinya. Sampai suatu saat…

Pada th 1999, ada 2 peristiwa yg membuat saya bertobat dari daerah kenyamanan saya.

Pertama, saya bertemu dengan 2 anak muda SMA yang semalam-malaman mabok lalu sabtu siang ikut doa puasa dalam keadaan belum mandi dan bau minuman. Tidak ada satupun jemaat yang mendekati dan menyambutnya. Saya coba mendekati dan mengajak bicara. Pertemuan itu membawa saya ke rumah mereka dan bertemu dengan 10 anak muda geng mereka. Diantaranya ada anak pendeta. Yang membuat saya bertobat adalah, saya datang ke komunitas mereka dengan menggunakan baju pendeta, rapi, lengan panjang. Tapi justru saya tidak bisa dekat dengan mereka… Saya datang terlalu terhormat buat mereka.

Besok saya janjian sama mereka ketemu dan saya ubah memakai celana pendek dan kaos…saya malah bisa bercanda dan duduk ngobrol dipinggir jalan dan juga mendapati mereka mabok, palak angkot dan berkelahi… Berkelahinya bukan saling pukul, tapi pakai parang dan panah 😲😲 Ini dunia baru yang mengerikan buat saya. Anehnya, ada hati yang makin jatuh cinta pada mereka… saya lanjutkan persahabatan dengan mereka dan memuridkan mereka. Saya panjangkan rambut sampai ke bahu. Perlu 1 tahun puasa ke salon. Saya cat rambut seperti mereka. Saya tindik telinga kiri dan pasang anting. Pak Hadi yang lubangi telinga saya. Akhirnya penampilan saya berubah. Pendeta gondrong pakai jeans tanpa dasi khotbah di gereja.

Saya sedang membawa gereja ke orang2 berdosa. Mengubah penampilan saya semata-mata agar mereka bisa menerima saya dan selanjutnya menerima Injil yang saya bawa utk mereka. Itu membekas di hati saya sampai sekarang.

Bertahun-tahun kemudian saya ketemu mereka lagi. Ada cerita bahagia dan ada cerita sedih. Bahagia karna beberapa diantara 10 anak muda itu ada yg lulus S1 UGM dan jadi wakil gembala di Jogja. Ada yang jadi musisi di gereja. Tapi ada juga yang mati karna narkoba…

Kedua, tahun 1999 yang sama, saya pergi makan di warung bakso paling enak di Paldam kota Jayapura. Sementara menunggu, saya terganggu dengan ributnya suara anak-anak di sebelah warung. Saya mau melihat apa yang mereka lakukan. Ternyata ada sekitar 7 anak-anak usia sekitar 9 tahunan laki dan perempuan sedang bergantian merokok, mengisap lem aibon.

Beberapa hari saya memikirkan hal ini dan terus menerus saya ditanya: Gereja sudah buat apa utk mereka?

Ketiga (ternyata ada 3 bukan 2)…

Agustus 2000, saya diberi mimpi yang tidak biasa dan panjang. Kisahnya ada pembunuhan terhadap anak kecil laki-laki yang “mayatnya” disembunyikan diatas tronton bermuatan kayu. Mobil pickup yang saya parkir tiba-tiba hilang dan diganti mobil tronton itu. Saya tidak tahu apa-apa, teman saya memutuskan untuk bawa mobil truk besar itu. Tiba-tiba di tengah jalan kami distop oleh polisi sabuk hitam, bukan polantas. Dan langsung menggeledah bagian tumpukan kayu di belakang. Saya terkejut ternyata ada banyak darah di bak truk kami. Kayu-kayu dibongkar, dan terlihat sumbernya, yaitu seoramg anak laki-laki yg ditaruh di dalam karton mie instant, kedua tangan dan kaki terpotong tapi masih menggantung di tepi karton, dan dia belum mati… anehnya matanya terus menatap saya. Tak terdengar tangisan hanya mulutnya seperti minta tolong… saya menangis tersedu-sedu di mimpi itu…

Sampai disitu saya terbangun jam 2 pagi dan mendapati saya sedang menangis sungguhan…

Dan selama sekitar 2 jam tamgisan saya makin keras entah kenapa…sampai saya menutupnya dg bantal supaya jangan membangunkan orang lain.

Setelah reda, saya lanjutkan dengan berdoa dan membaca Alkitab, dan langsung Tuhan tunjukkan di 1Tes 2 terutama ayat 7, 11 dan 12. Tuhan berbicara dengan jelas, “Aku memanggilmu menjadi bapak dan ibu bagi angkatan yang sekarat ini”.

Sejak saat itu, secara ajaib Tuhan seperti menjadi mentor pribadi saya yg mengajar saya, menuntun satu demi satu ayat-ayatnya, menyingkapkan RAHASIA BESAR dlm Efesus 5:32 itu…

3 Peristiwa itu meyakinkan saya bahwa: kita tak pernah menjadi gereja bagi dunia yg terhilang, tanpa kita berhenti main gereja-gereja-an.  Dan akhir tahun 2000, saya berhasil menuangkan semua pelajaran yang saya pelajari diatas beberapa lembar kertas.


[6:08 PM, 4/5/2020]: Joko Purnomohadi 

Dengan adanya wabah virus corona, kita mengerti apa yang Tuhan  mau dari kita. Yaitu kembali ke rencana Allah akan kita, yaitu Allah menghendaki penyembah2 yang menyembah dalam roh dan kebenaran. Kalau di gereja kita menyembah 2 jam seolah-olah sudah ketemu Tuhan. Tapi dengan dilarangnya ibadah gereja kita kembali berkumpul di rumah beribadah dengan keluarga dan teryata inilah yang dikehendaki Bapa.


[7:02 PM, 4/5/2020] : Genyca 877

Shalom Bapak, selama ini saya terus mengikuti dan nyimak, maaf gak banyak komen karna saya masih belajar.  Paling tidak saya bisa membedakan Gereja Rumah dengan persekutan family altar yang saya ikuti selama ini, yang masih dalam naungan organisasi gereja. Dirumah juga kami selalu mesbah kelurga tapi blm bisa setiap hari karna kesibukan masing-masing ( saya satu keluarga, bertiga ) terkadang suami lembur sampai malam, terkadang anak yang karna kuliah malam… jadi gak bisa tiap hari.  Sangat menarik sekali tentang Gereja Rumah… Dan saya rindu utk bisa praktekan dalam keluarga  setiap hari… 🙏🙏


[8:39 AM, 4/6/2020]: Hadi

Kalau saya sendiri mulai pada waktu itu tahun 2000-an. walaupun sebelumnya thn 1996 saya sudah mengenal yang disebut kelompok sel, dan memimpin kelompok sel anak-anak muda.

ketika itu saya aktif dalam sebuah gereja lokal. Dan pelayanan anak2 muda..  Kemudian merasa bahwa harus ada terobosan.. kemudian dimulai lah jaringan anak-anak muda, waktu itu kami sebut “tribal generation” kami bergerak bersama-sama dan waktu itu sebenarnya menjadi cikal bakal nya gereja rumah dengan anak-anak jalanan.. walau waktu itu kami masih sangat dangkal, tetapi kami memulainya dengan anak-anak jalanan.. ( kalau ada yg kurang d tambahin ya mas Nawang )

Dan sampai dengan saat ini saya pribadi pun masih terus belajar tentang gereja rumah.. karna saya percaya bahwa Tuhan akan membawa gerejaNya seperti jemaat mula-mula seperti di Kisah Para Rasul yang pada saat itu Gereja penuh dgn kasih mula-mula, Gereja menunjukkan kekuatannya melayani dengan tanda-tanda ajaib.

Dan saya percaya bahwa Tuhan bekerja pada saat-saat seperti ini untuk membangkitkan gerejaNya melalui keluarga-keluarga dan Tuhan mau kembalikan fungsi GerejaNya untuk menyuarakan suara kenabian, melakukan pekerjaan kerasulan, penginjilan, penggembala, & guru-guru.. (5 Jawatan)


[9:13 PM, 4/5/2020]: Paul Atanta

Saya sendiri bukan praktisi ataupun pencari Gereja Rumah secara spesifik.. namun pencarian saya dimulai karena merasakan ada sesuatu yang belum pas dalam pelayanan dan kerohanian pribadi..

saat itu sekitar tahun 2010, dalam pelayanan dan pelatihan doa pemulihan, dan merasakan Tuhan memakai pelayanan tersebut untuk menolong dan memperlengkapi banyak orang, namun entah mengapa tetap merasa Tuhan sedang mau mengajarkan sesuatu, yang saya masih belum mengerti..  satu tema yang terus menerus bergema adalah komunitas/relasi, konsep yang saya belajar, namun sangat kurang dalam praktiknya, karena secara temperamen lebih ke introvert dan reflektif..

Lewat sebuah krisis dalam keluarga dan pelayanan pada waktu itu, Tuhan dengan kuat menyatakan bahwa kelemahan saya yang besar adalah dalam membangun relasi dan terlibat pelayanan yang relasional sejak itu pembelajaran memperlihatkan bahwa Tuhan sendiri secara esensi mengutamakan relasi, dan saya perlu mengubah diri dan pelayanan untuk lebih relasional.. maka makin intens untuk menjawab pertanyaan: bagaimana membangun/berpartisipasi dalam komunitas kecil yang relasional dan bertumbuh bersama?

Secara praktik sudah menerapkan ibadah keluarga dan kelompok kecil, walau belum sampai ke fungsi-fungsi yang saya pelajari, karena masih berwawasan gereja tradisional..

Dan sebagai praktisi, saya percaya sebagian besar, bahkan masalah terbesar mereka yang datang untuk dilayani healing/konseling adalah masalah atau kegagalan dalam berelasi, sehingga solusi awal bahkan yang terutama bagi mereka2 yang ‘dianggap bermasalah’ sebenarnya adalah pemenuhan kebutuhan untuk berada dalam komunitas yang sehat..

Karena itu ketika keluarga2 mempraktekkan kehidupan komunitas yang esensial, termasuk ketika mempraktekkan GR maka  kita sedang menghasilkan hidup dalam rancangan awal Allah..

sejak ada kesadaran ini, maka saya mulai mengubah model pelayanan, dengan makin menguatkan pemuridan dan pembentukan komunitas.. dan membutuhkan masukan dari teman2 yang selama ini sudah mempraktekkan dan masuk dalam pemuridan yang relasional..

ini yang sekarang menjadi arah pembelajaran saya..


[7:05 AM, 4/6/2020]: Eliana/Aan

Pagi,.. berawal dari sebuah pelayanan anak-anak muda di tahun 1990 an yang dibimbing seorang hamba Tuhan yang mendidik, membimbing kami seperti seorang ayah terhadap anak, didikan yang keras , apa adanya, keterbukaan, tulus, tidak bisa dibeli, dengan balutan kasih, apakah kami tidak pernah sakit hati. Konflik?  Pernah, tapi cepat selesai bahkan semakin erat hubungan diantara kami (beberapa anak muda yang dibina) dengan pembina. Ada kehausan untuk bertumbuh dan pembina segera merespon, membuat kami sering berkumpul, berdoa bersama, diskusi, bergerak atas setiap hasil doa dst itu yang sehari-hari kami lakukan (waktu itu kami terdiri dari anak-anak kuliah, sekolah, pengangguran). Pembelajaran ini sampai hari ini terus mendasari pelayanan kami kepada orang/orang, keluarga/keluarga. Gampangkah? Tidak juga, kami harus betul-betul merendahkan hati untuk membuka sebuah hubungan dan  bgm membongkar  image kalau tidak ke gereja itu dosa, kalau tidak ke gereja, tidak enak sepertinya tidak rohani. 🙏🙏


[8:20 AM, 4/6/2020]:  Joseph L

menyambung Eliana/Aan

karna kami sehati dan sevisi….🤭

saat di surabaya, kami membangun kelompok-kelompok kecil, ada yang terdiri dari:

– Kakak beradik 4 orang yang merantau ke surabaya, awalnya kakak sulung mereka yang kami jangkau… dari belum bertobat sampai ajak adik-adiknya untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan;

– Ada yang terdiri dari 3 keluarga yang terdiri dari orang-orang yang introvet…. perlahan kami layani secara pribadi lalu kami saling kenalkan, hari ini mereka semua masih berteman baik,

– Ada kelompok yang bisa ketemunya malam sekali sambil kuliner….🤪,

Dalam kelompok-kelompok itu kami belajar mengenal Tuhan, bukan membangun gereja…..😅, hari ini kami semua terpisah, namun Puji Tuhan, semuanya tetap tinggal dalam Iman kepada Yesus Kristus.

Masih bersambung ya……. saya harap tidak bosan membaca…….😅

Saat ini Tuhan membawa kami sekeluarga tinggal di sebuah kota…….. dan Tuhan ijinkan melayani di satu gereja yang terbilang paling lama, namun untuk menanamkan esensi gereja menemui banyak hambatan terutama dari pemegang keputusan, saya dikeluarkan…😅 dan Tuhan tidak membuka jalan pelayanan apa-apa selama 10 tahun, meski kami berusaha membangun Gereja Rumah, susah berkembang, akhir-akhir ini banyak  gereja-gereja baru dibuka, ada yang dengan fasilitas yang wah dan dengan  strategi memancing di gereja yang lain, ada megachurch yang buka dalam waktu cepat jemaatnya banyak karna menjala jiwa-jiwa gereja lain dan ini menjadi masalah, ada juga gereja yang beli tanah luas untuk bangun gereja besar tapi mengurus ijin dengan politik uang akhirnya jadi masalah besar di DPRD dan hampir memicu isu sara.

Tuhan mulai buka pintu pelayanan lagi th 2018, dengan strategi berbeda, kami dibawa masuk dalam denominasi gereja….. dan mulailah kami merintis dengan denominasi… mengapa? karna dengan masalah-masalah diatas gereja jadi sorotan dan harus ada ijin. Ya biarlah itu hanya sebatas formalitas saja, hanya ditaruh dalam laci.

Tuhan mulai kirim kepada kami jiwa-jiwa yang terluka, terbuang dan kecewa dengan gereja, orang-orang yang tertindih hutang…. seperti gua adulam bagi kami…… mereka stress sampai depresi, ada yang sampai amnesia…. yang ini sudah nggak datang ke gereja 3 bln, nggak ada yang menjenguk….

terakhir begitu tahu kami yang melayani baru di jenguk dengan bawa sembako, kue dll 😅, ada pengusaha yang juga bangkrut, lahan pabrik, rumah dan mobilnya disita bank….. ada yang sudah hampir tawar dengan Tuhan…. juga Tuhan ijinkan kami layani….. sekarang mereka bangkit dan mulai semangat lagi mengasihi Tuhan….. ini jiwa-jiwa tidak terjangkau dengan ibadah mingguan, KKR , dan harus ada hati yang terbeban menjangkau mereka, Gereja Rumah bisa melakukan ini……

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x